Selamat Datang di Belajar Ngeblog di BLOG LINK 1 LINK 2 LINK 3

This is default featured post 1 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

This is default featured post 2 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

This is default featured post 3 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

This is default featured post 4 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

This is default featured post 5 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

Rabu, 30 November 2011

adab masjid

Adab-Adab Masjid

#
Adab-adab masjid selanjutnya yang akan dibahas pada bagian kedua ini adalah mengucapkan salam kepada orang yang berada di masjid, shalat tahiyatul masjid, menjaga kesucian dan kebersihan masjid, menjauhi diri dari bau yang tak sedap, berdoa ketika keluar masjid dan tidak menghunus senjata di dalam masjid. Bagaimana dalil-dalil serta keterangan dari adab-adab ini?
  1. Mengucapkan salam kepada orang yang berada di dalam masjid Allah berfirman,
    Maka apabila kamu memasuki (suatu rumah dari) rumah-rumah (ini), hendaklah
    kamu memberikan salam kepada penghuninya salam yang ditetapkan dari
    sisi Allah, yang diberkati lagi baik. (QS. An-Nur: 61).

    Imam Nawawi dalam kitab Riyadhush Shalihin, bab Cara Salam,
    membawakan sebuah hadits,

    Suatu hari, Rasulullah lewat di masjid dan terdapat sekelompok wanita
    sedang duduk-duduk. Maka, beliau melambaikan tangannya sambil dengan
    salam.
  2. Berdo’a ketika keluar dari masjid dan mendahulukan kaki kiri
    Lihat keterangan poin no. 2, dan
    disebutkan dalam riwayat yang lain ada tambahan,
    Ya Allah, jagalah diriku dari syetan yang terkutuk.
    Berdasarkan riwayat Anas, memasuki masjid memulai dengan kaki kanan,
    dan apabila keluar memulai dengan kaki kiri, termasuk sunnah.
  3. Shalat tahiyatul masjid

Selasa, 15 November 2011


Pejabat konsuler Prancis di Gaza pada Senin menyatakan bahwa ia dan putrinya terluka, sementara istrinya yang sedang hamil kehilangan bayinya akibat serangan... (selengkapnya)

Peran Dakwah: Komunikasi dan Perubahan

Peranan Dakwah: Komunikasi dan Perubahan






Reposisi dakwah dalam kehidupan berbangsa dan bernegara dapat direalisasi dengan mencermati kembali peranan dakwah Islam, yaitu: Peranan komunikasi dan perubahan. Sebenarnya dakwah itu sendiri adalah komunikasi, dakwah tanpa komunikasi tidak akan mampu berjalan menuju target-target yang diinginkan, demikian komunikasi tanpa dakwah akan kehilangan nilai-nilai Ilahi dalam kehidupan. Maka dari sekian banyak definisi dakwah ada sebuah definisi yang menyatakan, bahwa dakwah adalah proses komunikasi efektif dan berterusan, bersifat umum dan rasional, dengan menggunakan cara-cara ilmiah dan sarana yang efisien, dalam mencapai tujuan-tujuannya (16).
Definisi tersebut menegaskan peranan dakwah dalam berkomunikasi dengan orang ramai melalui media-media tertentu. Upaya tabligh (menyampaikan) Islam kepada masyarakat adalah salah satu media komunikasi dakwah yang digunakan Rasulullah saw dengan pesan berantai : “…Maka hendaknya yang hadir menyampaikan kepada yang tidak hadir” (al-hadis)

MEDIA DAKWAH MELALUI MEDIA DAN TV

PROBLEMATIKA DAKWAH MELALUI MEDIA TELEVISI : PERSPEKTIF BISNIS MEDIA


PROBLEMATIKA DAKWAH MELALUI MEDIA TELEVISI :
PERSPEKTIF BISNIS MEDIA
Oleh : M. Alfandi
(Fakultas Dakwah IAIN Walisongo Semarang)

Abstrak
Televisi sebagai bagian dari kebudayaan audio visual baru di Indonesia merupakan medium yang kuat pengaruhnya di dalam membentuk sikap dan kepribadian masyarakat. Kultur baru yang dibawa oleh televisi mulai tumbuh di masyarakat. Apalagi sebetulnya esensi dari kultur baru ini pada hakekatnya sudah dikenal masyarakat Indonesia. Unsur esensial dari kebudayaan televisi berupa penggunaan bahasa verbal dan visual, yang sebelumnya pernah dipergunakan Walisongo dalam menyampaikan pesan dakwah Islam, seperti Wayang Kulit, Tembang dan Dongeng. Maka ketika muncul teknologi yang mempunyai esensi sama, kebudayaan baru yang dibawanya mudah merasuk ke masyarakat Indonesia. Selain itu didukung oleh kelebihan televisi, baik dari sisi programatis maupun teknologis. Dengan potensi ini televisi akan efektif jika dipergunakan sebagai media dakwah. Televisi Sejak awal kehadirannya di Indonesia sebenarnya telah dipergunakan sebagai media dakwah. Akan tetapi di era televisi swasta sekarang ini, siaran dakwah hanya merupakan bagian yang sangat kecil dari menu siaran. Hal ini dapat dimaklumi, karena televisi swasta orientasinya lebih ke Busines Oriented. Sehingga siaran dakwah yang di tayangkan televisi harapannya juga menjadi komoditas dari sebuah produk yang layak jual. Salah satu cara agar siaran dakwah layak jual adalah membuat “kemasan” dakwah yang menarik, inovatif dan variatif.

Kata Kunci : Problematika, dakwah, televisi dan bisnis media

A. Pendahuluan
Pola kehidupan masyarakat dari masa ke masa selalu mengalami perkembangan. Pada masyarakat agraris, alat bantu kerja yang dipergunakan masih bersifat sangat sederhana dan manual. Kemudian ketika beranjak ke era industri, masyarakat mulai mempergunakan teknologi mekanik meskipun masih sangat lamban. Memasuki era informasi, masyarakat mulai didominasi oleh peralatan elektronik, sehingga era ini disebut juga sebagai era elektronika.
Munculnya teknologi baru di bidang komunikasi seringkali menimbulkan pertanyaan tentang dampaknya terhadap masyarakat. Saat pertama kali “radio bergambar” yang kini kita kenal dengan nama “televisi” diperkenalkan kepada umum pada tahun 1939 di World’s Fair – New York, teknologi tersebut menimbulkan kekaguman namun sekaligus juga teka-teki dan kekhawatiran. Kini lebih dari setengah abad kemudian, telah bermacam-macam teknologi dii bidang komunikasi dikembangkan dan dipasarkan.
Tidak hanya itu, salah satu perkembangan teknologi komunikasi yang mutakhir sekarang ini adalah terjadinya konvergensi teknologi dari media komunikasi elektronika yang di dalamnya dikembangkan teknologi kompresi dan digital. Konvergensi media komunikasi tersebut telah membuahkan fenomena baru, yakni media interaktif yang mengarah ke suatu bentuk komunikasi baru : unimedia. Teknologi ini disebut unimedia karena semua unsur telah dikombinasikan dan dirubah dalam bentuk digital. Konvergensi media komunikasi ini merupakan bentuk baru yang juga disebut sebagai hypermedia, yakni terpadunya teknologi gambar, suara, tulisan/teks dan animasi dalam satu kesatuan perangkat yang terkomputerisasi.
Revolusi teknologi sebagaimana tersebut merupakan kekuatan yang mendorong terjadinya perubahan-perubahan dalam tata kehidupan manusia baik dalam lingkup yang sempit, seperti lingkungan keluarga, maupun dalam konteks yang lebih luas yang menyangkut hubungan antar manusia, antar lembaga, bahkan antar bangsa. Teknologi komunikasi telah merubah cara dan gaya hidup manusia, termasuk tata cara bekerja, belajar, berbelanja, bermain, dan tata cara berkomunikasi.
Ketika kita melihat revolusi teknologi tersebut, satu hal yang tak dapat dihindari adalah terjadinya revolusi perilaku atau polah tingkah manusia. Karena itu mau atau tidak mau, suka atau tidak suka, dakwah Islam sebagai corong agama dituntut harus mampu menyesuaikan dengan perkembangan teknologi komunikasi tersebut. Dalam hal ini harus pula terjadi percepatan gerakan dakwah dengan menggunakan media komunikasi yang semakin canggih tersebut. Kegagalan dakwah dalam merespon perkembangan media ini akan berakibat terhadap terus tertinggalnya kegiatan dakwah, yang kemudian akan berakibat pula terhadap semakin jauhnya masyarakat terhadap kegiatan dakwah.

B. TELEVISI SEBAGAI MEDIA DAKWAH
Sejalan dengan perkembangan teknologi komunikasi dan informasi yang akselerasi dengan perkembangan kehidupan manusia sebagaimana telah tersebut, maka penggunaan media untuk berdakwah juga mengalami perkembangan. Dakwah yang pada awalnya hanya menggunakan media tradisional, kemudian berkembang menjadi lebih banyak alternatifnya yaitu dengan menggunakan sentuhan-sentuhan teknologi modern, baik melalui media cetak (buku, koran, majalah, tabloit dan lain-lain) maupun dengan media elektronik (radio, televisi, film, VCD, internet dan lain sebagainya). Perkembangan media dakwah dengan teknologi modern ini menuntut semua pihak, khususnya aktifis dakwah untuk senantiasa kreatif dan inovatif dalam memanfaatkan teknologi dimaksud guna kemaslahatan umat manusia.
Salah satu media modern yang memiliki beberapa kelebihan, dan telah dijadikan sebagai media dakwah, yang akan menjadi fokus pembahasan pada tulisan ini adalah media televisi. Televisi sebagai salah satu hasil karya teknologi komunikasi memiliki berbagai kelebihan, baik dari sisi programatis maupun teknologis. Dilihat dari sisi dakwah, media televisi dengan berbagai kelebihan dan kekuatannya seharusnya bisa menjadi media dakwah yang efektif jika dikelola dan dipergunakan secara profesional. Karena dakwah melalui media televisi memiliki relevansi sosiologis dengan masyarakat, mengingat pemirsa televisi di Indonesia mayoritas beragama Islam. Selain itu secara ekonomis, dakwah melalui media televisi sebenarnya juga mempunyai pangsa pasar yang potensial jika digarap secara profesional pula.
Televisi sejak awal kehadirannya di Indonesia, mulai dari Televisi Republik Indonesia (TVRI) tahun 1962, yang telah memonopoli siaran televisi di Indonesia hampir 3 (tiga) dasawarsa, sebenarnya telah ikut serta dalam kegiatan dakwah. Hal ini sebagaimana tertuang dalam Keppres. Nomor 215 Tahun 1963, pasal 4 (empat), bahwa tujuan didirikannya TVRI adalah sebagai alat hubungan masyarakat dalam melaksanakan pembangunan mental spiritual, fisik bangsa dan negara Indonesia. Maka khususnya untuk melaksanakan tujuan sebagai alat pembangunan mental spiritual ini, TVRI minimal 1 (satu) kali dalam seminggu menyiarkan “Mimbar Agama”, yang terdiri dari semua agama yang ada di Indonesia, termasuk di dalamnya program “Mimbar Agama Islam”.
Kemudian ketika muncul beberapa televisi swasta mulai dari RCTI (1989) disusul SCTV (1989), TPI (1991), AN-Teve (1993), Indosiar (1995) dan sekitar tahun 2000-an muncul beberapa televisi swasta seperti Metro TV, Trans TV, La-TV, Global TV dan beberapa TV Daerah lainnya, siaran-siaran dakwah juga masih ada. Ceramah-ceramah keagamaan di waktu subuh, Peringatan Hari Besar Islam dan acara-acara bernuansa Islam, khususnya di bulan ramadhan ditayangkan televisi. Hal ini merupakan bukti bahwa televisi sebenarnya juga telah memberikan kontribusi terhadap kegiatan dakwah. Namun di balik bukti dan pengakuan itu masih sering muncul pertanyaan dari kita (masyarakat muslim), khususnya para aktifis dakwah, yang mempertanyakan tentang : Pertama, mengapa siaran dakwah di televisi durasi tayangnya hanya sedikit (rata-rata sekali tayang hanya 30 menit) dan tidak sebanding dengan acara-acara lain. Kedua, mengapa jam tayang acara dakwah di televisi kebanyakan hanya pada pagi hari (jam 05.00), bukankah pada jam-jam itu kemungkinan sasaran dakwahnya masih tidur atau mungkin masih memiliki kesibukan lain untuk menyelesaikan pekerjaan rumah tangga. Kalaupun ada penonton, kemungkinan penonton acara dakwah ini mereka yang sebenarnya dari sisi agama sudah mapan, yaitu mereka yang sudah terbiasa bangun pagi dan mau melakukan sholat subuh, tetapi bagaimana terhadap sasaran dakwah lain.
Acara dakwah di televisi dapat dilihat dalam tabel berikut, yang dirangkum dari menu acara televisi di Harian KOMPAS :

Stasiun Acara Jam Penayangan Keterangan
TVRI Hikmah Pagi 05.00-05.30 Setiap hari
TVRI Lagu Religi 05.30-06.00 Setiap hari
TVRI Mutiara Jum’at 10.30-11.30 Setiap Jum’at
TPI Kuliah Subuh 05.00-05.30 Setiap hari
RCTI Hikmah Fajar 05.00-05.30 Setiap hari
Indosiar Penyejuk Imani Islam 05.00-05.30 Setiap hari
SCTV Di Ambang Fajar 05.00-05.30 Sudah tidak tayang
ANTEVE Mutiara Subuh 05.30-06.00 Sudah tidak tayang
Metro TV Fajar Imani 05.30-06.00 Sudah tidak tayang

Ketiga, mengapa siaran dakwah di televisi hanya marak pada bulan ramadhan. Dan mungkin masih banyak pertanyaan-pertanyaan lain yang mempersoalkan siaran dakwah di televisi. Untuk membahas itu, penulis mencoba untuk mengurai problematika siaran dakwah di televisi dari perpektif bisnis media. Sehingga nantinya diharapkan muncul solusi yang tepat untuk mengatasi problematika tersebut.

C. Problematika Siaran Dakwah di Televisi Perspektif Bisnis Media
Untuk mengatasi problematika siaran dakwah di televisi memang bukan pekerjaan yang mudah, dan tidak hanya bisa menyalahkan pihak televisi yang selama ini terasa sangat kurang dalam menyiarkan agama Islam. Seluruh umat Islam sebenarnya secara tidak langsung juga telah mempunyai andil dalam terjadinya kekurangan siaran dakwah di televisi.
Pengelola stasiun televisi memang memiliki andil dalam menentukan seberapa besar volume dan jam tayang siaran dakwah. Karena dilihat dari segi politik informasi menurut Dedy Jamaludin Malik bahwa siaran dakwah sebenarnya hanyalah suplemen dan komponen kecil dari politik penyiaran televisi. Pengelola televisi sebenarnya tidak mempunyai target untuk membentuk masyarakat yang religius. Kalaupun sekarang televisi menayangkan siaran agama Islam, bisa jadi itu hanya untuk menunjukkan kepada masyarakat bahwa televisi juga mempunyai komitmen terhadap masalah keagamaan.
Ada persoalan yang harus diketahui dan difahami bahwa televisi-televisi swasta yang ada sekarang ini didirikan tidak bisa lepas dari kepentingan profit oriented, sehingga kebijakan siaran juga tidak bisa lepas dari unsur “bisnis”, yaitu pertimbangan untung dan rugi, dan di balik semua kepentingan politik penyiaran muaranya juga masalah bisnis. Sehingga siaran dakwah yang di tayangkan televisi harapannya juga menjadi komoditas dari sebuah produk yang layak jual.
Termasuk, kenapa siaran dakwah di televisi pada bulan ramadhan begitu marak ? Hal ini juga tidak bisa lepas dari kepentingan bisnis pengelola televisi dan pemasang iklan, yakni menggunakan moment ramadhan untuk menjual produk-produk yang dibutuhkan umat Islam pada bulan puasa dan Hari Raya Idul Fitri melalui acara-acara yang bernuansa Islam yang dibuatnya. Sehingga tanpa terasa, sebenarnya umat Islam telah “dicekoki” oleh televisi dengan budaya konsumerisme yang sangat berlawanan dengan ruh ibadah puasa itu sendiri.
Perlu diketahui pula bahwa setiap “jengkal waktu”, mulai dari jam, menit hingga detik bagi televisi (khususnya swasta) mempunyai nilai jual (uang) ke pemasang iklan, dan satu waktu dengan waktu yang lain (jam, menit hingga detik) mempunyai nilai harga jual yang berbeda, tergantung rating acara yang disiarkan. Rating acara ini ditentukan berdasarkan seberapa besar minat penonton televisi terhadap acara tertentu. Sehingga dengan asumsi jika suatu acara televisi itu “bagus” maka acara itu akan diminati oleh orang banyak, dan iklan yang ditayangkan di acara itu juga ditonton orang banyak, sehingga produk yang ditawarkan di iklan tersebut juga mempunyai kemungkinan untuk dibeli oleh orang banyak. Disinilah berlaku hukum timbal balik atau sebab akibat secara ekonomis dan saling menguntungkan antara pihak produser (Production House), televisi dan pemasang iklan. Hal ini dapat dilihat dalam skema berikut :

Skema I :

Jual acara jual waktu


Iklan/tawarkan produk jual produk


Skema II :

Jual Acara Beli Waktu


Jual produk Iklan/tawarkan produk




Kebijakan siaran dakwah yang ada sekarang ini, yang terasa sangat kurang dari segi volume, dan penempatan jam tayang yang tidak pada jam unggulan, serta siaran dakwah yang hanya marak pada bulan ramadhan juga merupakan kebijakan pengelola stasiun televisi yang sangat mempertimbangkan unsur bisnis. Hal ini dapat dimaklumi, karena pendirian stasiun televisi swasta memang didukung oleh filosofi deregulasi peralihan kepemilikan mass media dari pemerintah ke swasta, diantaranya :
1. Sektor swasta yang oleh hasil pembangunan menjadi semakin kuat dan besar, sehingga membutuhkan institusi pendukung untuk promosi produk dan jasanya dalam bentuk antara lain media massa.
2. Kebutuhan sektor bisnis telah membuat media massa menjadi sasaran yang menjanjikan. Penanaman modal di sektor mass media di negara berkembang maju pesat sejalan kemungkinan baru mem”bisnis”kan mass media, di samping sisi idealnya.
3. Mass Media yang dikelola swasta menjadi lebih kompetitif, efisien dan berorientasi kepada kalayak yang merupakan pasar mereka. Sehingga mass media dikelola secara lebih menarik dan profesional.
Kemudian yang menjadi pertanyaan selanjutnya adalah apakah siaran dakwah yang ada selama ini belum mempunyai nilai jual yang tinggi terhadap pemasang iklan ? Jawabannya adalah belum –kecuali siaran dakwah yang disiarkan di bulan ramadhan-. Kenapa siaran dakwah belum mempunyai nilai jual yang tinggi ? Hal ini dapat dilihat dari hasil Survey Riset Indonesia (SRI) yang menunjukkan bahwa pemirsa siaran dakwah di televisi jumlahnya hanya 3 % dari seluruh pemirsa televisi . Sehingga hal ini juga yang menyebabkan nilai jual iklan pada acara dakwah rendah.
Disinilah terlihat bahwa sebenarnya umat Islam sebagai pemirsa televisi juga mempunyai andil, kenapa siaran dakwah di televisi tidak mempunyai rating yang bagus, yang dapat mengakibatkan penempatan jam tayang siaran dakwah tidak pada jam unggulan. Muncul ironi disini, di satu sisi umat Islam menuntut agar tayangan yang berbau seks, pornografi, pornoaksi, sadisme dan mistisisme dikurangi, tetapi di sisi lain umat Islam juga tidak mau menonton siaran dakwah. Hal ini beralasan karena acara dakwah di televisi jam tayangnya kurang tepat, atau mungkin juga dikarenakan format siaran dakwahnya yang tidak menarik bagi penonton. Demikian juga sering terjadi tuntutan kepada para produser film, agar film yang dibuat tidak hanya berkisar pada tema-tema percintaan, balas dendam, dan film-film yang berbau pornografi. Tetapi ketika para sineas yang mempunyai kepedulian terhadap permasalahan umat membuat film-film yang bernuansakan dakwah, umat Islam justru tidak mau menonton film itu. Sehingga yang terjadi kerugian besar dialami oleh para produser ini.
Terlepas dari kepentingan politik siaran pengelola televisi yang muaranya adalah bisnis, bahwa sekarang ini sebenarnya siaran dakwah di televisi juga merupakan bentuk “kemurahan hati” dari pengelola stasiun televisi. Karena sebagian besar dari program siaran dakwah di televisi sekarang ini penggarapannya masih dilakukan oleh bagian produksi stasiun televisi yang bersangkutan, dan belum banyak dilakukan oleh PH-PH (Production House) yang mempunyai orientasi terhadap pengembangan dakwah di televisi –kecuali acara Manajemen Qolbunya-nya AA Gym yang digarap oleh MQ Production-. Dan dalam hal ini pihak televisi mungkin juga tidak ingin membuat produksi siaran dakwah dengan format yang sulit penggarapannya, dan dengan durasi yang lebih panjang, yang hal ini justru akan menyedot pendanaan yang lebih banyak. Karena menurut perhitungan bisnisnya belum tentu modal yang telah dikeluarkan untuk membuat acara dakwah Islam akan kembali melalui pemasukan iklan yang ada. Sehingga karena persoalan dana itu jugalah kenapa siaran dakwah di televisi sekarang ini terkesan monoton, kurang bisa berkembang, kurang variatif formatnya dan tidak menarik untuk dilihat bagi penonton.

Skema Produksi Acara Dakwah di Televisi Saat ini


Jual waktu acara


awaran produk Jual produk




D. Tawaran Solusi Problematika Siaran Dakwah di Televisi
Dengan menyimak berbagai problematika siaran dakwah sebagaimana tersebut, maka ada 2 (dua) persoalan yang harus disepakati oleh masyarakat (umat Islam) dan pengelola stasiun televisi, yaitu pertama, siaran dakwah di televisi harus tetap jalan dengan tambahan volume jam tayang dan ditempatkan pada jam tayang yang produktif (hal ini lebih untuk kepentingan masyarakat konsumer acara dakwah). Kedua, siaran dakwah yang dibuat harus laik jual atau menghasilkan nilai uang (hal ini lebih untuk kepentingan pengelola televisi). Untuk mengatasi kedua persoalan ini solusi yang mungkin bisa ditawarkan adalah melakukan perbaikan kualitas siaran dakwah.
Menurut Jalaludin Rahmat, sebenarnya siaran dakwah di televisi bisa dikemas lebih menarik dan mempunyai nilai jual tinggi, dengan berbagai macam format (tidak hanya monolog), tetapi bisa dengan format yang lebih variatif, seperti dialog/diskusi (dengan materi dan nara sumber yang variatif), film cerita, liputan perjalanan, siaran langsung PHBI, Kuis, dan lain sebagainya. Dan yang perlu diperhatikan bahwa televisi merupakan medium audio visual. Semestinya kesan visual dalam siaran dakwah juga lebih dominan. Kalau dibuat perbandingan antara verbal dan non verbal, mestinya minimal 60 % -nya adalah visual. Sekarang mungkin siaran dakwah di televisi aspek verbalnya sekitar 80 %. Jadi kalau mau membuat acara siaran dakwah yang menarik perlu diperhatikan aspek visualnya, seperti situasi lapangan, sound effect, visual effect, dan lain sebagainya. Yang perlu mendapat perhatian lagi adalah bahwa mestinya dakwah di televisi tidak hanya ditekankan pada aspek kognitif, akan tetapi lebih kepada aspek afektif. Sehingga dakwah yang disampaikan juga terasa sebagai bentuk hiburan, seperti halnya dakwah lewat musik, film dan bentuk-bentuk dakwah yang menghibur lainnya.
Untuk membuat acara sebagaimana tersebut memang bukan merupakan pekerjaan mudah. Oleh karena itu, terasa tidak adil kalau kita (umat Islam, khususnya aktifis dakwah) hanya menuntut kepada pihak stasiun televisi untuk membuat acara siaran dakwah yang menarik. Mestinya semua pihak, kalangan umat Islam mulai dari MUI, Ormas-ormas Islam dan Lembaga-lembaga Dakwah Islam, secara bersama-sama menyelesaikan persoalan ini. Untuk itu, berbagai pihak tersebut perlu melakukan langkah-langkah yang strategis agar siaran dakwah di televisi tetap bisa eksis.
Langkah-langkah itu seperti : Pertama, perlu mempersiapkan Sumber Daya Manusia dakwah yang menguasai persoalan media televisi, baik secara teknis maupun programatis. Hal ini bisa ditempuh melalui jalur pendidikan formal (kuliah) dan jalur non formal (kursus, pelatihan, dan lain-lain).
Kedua, perlu merintis pendirian PH-PH (Production House) yang memproduksi siaran dakwah, seperti MQ Production-nya AA.Gym yang memproduksi acara Manajemen Qalbu. Sebagai perbandingan di Amerika, pada tahun 1982 terdapat 280 produser yang membuat acara-acara keagamaan, kemudian meningkat tahun 1987 menjadi 414 produser.
Ketiga, dalam jangka panjang perlu dipikirkan mengenai pembentukan stasiun televisi Islam. Sebagai perbandingan pula, di Amerika di tengah masyarakat yang secara sosiologis makin sekuler, muncul beberapa televisi-televisi keagamaan yang dikelola oleh para pendeta. Dalam Religious Television, Abelmen dan Hooper tahun 1990 melaporkan tidak kurang dari 200 televangelists yang beroperasi untuk memenuhi kebutuhan keagamaan masyarakat Amerika. Tumbuhnya televisi misionaris ini akibat dari makin meningkatnya para produser program untuk acara keagamaan sebagaimana tersebut di atas. Ini membuktikan bahwa kebutuhan spiritual di masyarakat yang makin maju, telah menjadi kebutuhan utama. Apalagi masyarakat kita yang mayoritas beragama Islam dan tengah menghadapi cultural shock modernisasi dan globalisasi. Adanya televisi dakwah agaknya sudah menjadi keharusan.



D. Penutup
Demikian pembahasan mengenai problematika dakwah melalui media televisi dari perspektif bisnis media ini, dan dari pembahasan tersebut dapat disimpulkan :
1. Problematika dakwah di televisi tidak bisa lepas dari problematika bisnis media.
2. Karena pertimbangan bisnis maka agar acara atau program dakwah di televisi bisa tetap exist harus dibuat lebih menarik, tidak monoton dan lebih variatif sehingga punya nilai jual tinggi.
3. Untuk membuat acara dakwah yang baik dan laku jual diperlukan Sumber Daya Manusia dakwah yang mengetahui dan memahami mengenai persoalan media televisi, baik secara teknis dan programatis.
4. Perlu dirintis dan dikembangkan Production House yang membuat program-program dakwah.
5. Ke depan sudah saatnya dipikirkan mengenai keberadaan televisi Islam di Indonesia.

DAFTAR PUSTAKA
Chen, Milthon, Anak-Anak dan Televisi : Buku Panduan Orangtua Mendampingi Anak-Anak Menonton Televisi, terj. (Jakarta : Gramedia, 1996).
Fahmi, A. Alatas, Bersama Televisi Merenda Wajah Bangsa, (Jakarta : YPKMD, 1997).
Ishadi SK., Dunia Penyiaran Prospek dn Tantangannya , (Jakarta : Pr. Gramedia Pustaka Utama, 1999)
KOMPAS, Jum’at, 4 Juni 2004.
Muhtadi, Asep S. dan Sri Handajani (Ed.), Dakwah Kontemporer : Pola Alternatif Dakwah Melalui Televisi, (Bandung : Pusdai Press, 2000).
Mulyana, Dedy dan Idy Subandi Ibrahim (Ed.), Bercinta dengan Televisi : Ilusi, Impresi dan Imaji Sebuah Kotak Ajaib, (Bandung : PT. Remaja Rosdakarya, 1997).
Rahmat, Jalaludin, Islam Aktual, (Bandung Mizan, 1987).
Rahmat, Miftah F. (Ed.), Catatan Kang Jalal : Visi Media, Politik dan Pendidikan, (Bandung : Remaja Rosdakarya Offset, 1998)
Siregar, Ashadi, Menyingkap Media Penyiaran : Membaca Televisi Melihat Radio, (Yogyakarta : LP3Y, 2001).

MEDIA DAKWAH MELALUI MEDIA DAN TV

Orangnya sangat sederhana. Berpakaian biasa, dengan celana dan baju lengan panjang yang tangannya dikancingkan. Semula kami menduga dia adalah bagian andministrasi sebuah lembaga pendidikan tinggkat SLTA yang didirikan pemerintah Suriyah beberapa tahun lalu itu, tapi muridnya sudah ratusan, bahkan dari manca negara.
Ternyata dialah DR. Farid Al-Khatib yang sebelumnya kami mendapat informasi Beliau sebagai direktur Al-Ma’had Ad-Dauli Lil ‘Ulum As-Syar’iyyah wa Al ‘Arabiyyah (Lembaga Internasional Ilmu Syari’ah dan Arab).
DR. Farid Al-Khatib yang masih berusia sekitar empat puluh tahunan adalah seorang yang berpendidikan tinggi; meraih gelar doktor di bidang Syari’ah. Beliau ditugaskan Wazaratul Awqaf, sebuah departemen khusus menangani masalah keagamaan dan pendidikan agama di Republik Arab Suriyah untuk memimpin lembaga tersebut , lembaga pendidikan khusus syar’i setingkat SLTA di Indonesia.
Dari namanya saja kita sudah bisa memahami bahwa lembaga pendidikan yang dibiayai pemerintah Suriyah 100 % tersebut mengandung tiga makna : Pertama, Lembaganya bertaraf internasional. Kedua, lkhusus mengajarkan ilmu-ilmu syar’i. Ketiga, juga mengajarkan ilmu-ilmu terkait bahasa Arab. Inilah yang membuat kami semakin penasaran sehingga menanyakan langsung kepada DR. Farid Al-Khatib terkait lembaga yang ia pimpin secara detil dan mendalam.
Menurut DR. Farid, Lembaga tersebut dirancang khusus untuk mencetak para da’i profesional. Sebab itu, mereka harus disiapkan sejak dini, yakni sejak tamat sekolah menegah pertama (SLTP).
Siswa yang diterima di sini adalah yang sudah menamatkan pendidikannya setingkat SLTP, kata DR. Farid saat kami berbincang-bincang di kantornya yang menempati lantai 2 dari gedung yang betingkat 8 itu. Kendati belum bisa bahasa Arab sama sekali tidak masalah, kami akan ajarkan kepada mereka dengan baik dan maksimal, ungkap Beliau.
Di sini mereka dididik selama empat tahun untuk mendalami bahasa Arab dan ilmu-ilmu dasar Syari’ah seperti ushul fiqh dan sebagainya. Kemudian persyaratan yang terpenting lainnya, mereka yang diterima di sini adalah generasi terbaik yang siap menjadi da’i profesional.
Lalu Beliau menambahkan : Tidak mungkin seorang da’i itu profesional kalau tidak mendalami bahasa Arab dan ilmu-ilmu syari’ah. Karena yang kita sebarkan ke masyarakat itu bukanlah kebodohan, akan tetapi ilmu-ilmu Islam yang akan menyelamatkan mereka di dunia dan akhirat.
Kita fokuskan pendidikan bahasa Arab dam ilmu-ilmu dasar syari’ah sebelum mereka masuk kuliah di fakultas Syari’ah yang insya Allah dalam waktu tidak berapa lama akan kami dirikan, ungkapnya lagi.
Bersama DR. Farid Al-Khatib, Direktur Al-Ma’had Ad-Dauli Lil ‘Ulum As-Syar’iyyah wa Al-‘Arabiyyah, menatap masa depan para da’i profesional
Al-Ma’had Ad-Dauli Lil ‘Ulum As-Syar’iyyah wa Al-‘Arabiyyah sebenarnya adalah lembaga kaderisasi para da’i dan ulama sejak dini, yakni sejak tingkat SLTA. Kemudian saat memasuki fakultas Syariah, para alumninya sudah sangat siap baik dari sisi akademis dan keilmuan maupun dari sisi mental dan semangat.
Al-Ma’had Ad-Dauli Lil ‘Ulum As-Syar’iyyah wa Al-‘Arabiyyah adalah sebuah cita-cita besar, karya besar dan strategis yang akan memiliki dampak besar jangka panjang. Lembaga tersebut sangat istimewa dan unik. Para pendirinya, khususnya para ulama yang ada di Wazaratul Awqaf Negara Suriyah berfikir jangka panjang terkait dengan perkembangann dakwah Islam, bukan hanya di Suriyah, akan tetapi di seantero dunia.
Di sebuah gedung berlantai 8 itulah mereka memulai kerja besar tersebut. Lantai dasar digunakan untuk aula serbaguna, untuk shalat jamaah, seminar dan sebagainya. Lantai dua untuk kantor. Lantai tiga sampai empat untuk ruang belajar. Sedangkan lantai lima sampai delapan untuk asrama siswa.
Adapun keunikan lembaga tersebut disebabkan :
  1. Memfokuskan pendidikan bahasa Arab dan ilmu syar’I sejak tingkat SLTA.
  2. Siswa yang diterima adalah generasi terbaik bukan hanya dari Suriyah, akan tetapi juga dari seluruh dunia Islam, termasuk Indonesia. Tahun ini ada 24 siswa Indonesia yang diterima di sana.
  3. Pendidikan dirancang untuk melahirkan para da’i profesional yang menguasai bahasa Arab dan ilmu-ilmu syari’ah sehingga diharapkan dalam berdakwah menyampaikan dan mengajarkan ilmu yang lurus bersumber dari Qur’an, Sunnah, hayatus shohabah dan sebagainya.
  4. Memiliki perencanaan yang besar dan jangka panjang mencakup tingkat SLTA bagi siswa siswi, fakultas Syari’af dan fakultas lainnya. Terkait tingkat SLTA untuk siswi dan beberapa fakultas, akan didirikan dalam waktu dekat.
  5. Faktor lain yang sangat istimewa ialah, semua biaya ditanggung oleh pemerintah Suriyah, sejak dari biaya pendidikan, asrama dan semua kebutuhan siswanya

    Ada beberapa tokoh menyatakan pendapatnya tentang desain grafis yang saya ambil dari situs http://id.wikipedia.org/
    Menurut Suyanto desain grafis didefinisikan sebagai ” aplikasi dari keterampilan seni dan komunikasi untuk kebutuhan bisnis dan industri“. Aplikasi-aplikasi ini dapat meliputi periklanan dan penjualan produk, menciptakan identitas visual untuk institusi, produk dan perusahaan, dan lingkungan grafis, desain informasi, dan secara visual menyempurnakan pesan dalam publikasi.
    Sedangkan Jessica Helfand dalam situs http://www.aiga.com/ mendefinisikan desain grafis sebagai kombinasi kompleks kata-kata dan gambar, angka-angka dan grafik, foto-foto dan ilustrasi yang membutuhkan pemikiran khusus dari seorang individu yang bisa menggabungkan elemen-eleman ini, sehingga mereka dapat menghasilkan sesuatu yang khusus, sangat berguna, mengejutkan atau subversif atau sesuatu yang mudah diingat.
    Menurut Danton Sihombing desain grafis mempekerjakan berbagai elemen seperti marka, simbol, uraian verbal yang divisualisasikan lewat tipografi dan gambar baik dengan teknik fotografi ataupun ilustrasi. Elemen-elemen tersebut diterapkan dalam dua fungsi, sebagai perangkat visual dan perangkat komunikasi.
    Menurut Michael Kroeger visual communication (komunikasi visual) adalah latihan teori dan konsep-konsep melalui terma-terma visual dengan menggunakan warna, bentuk, garis dan penjajaran (juxtaposition).
    Warren dalam Suyanto memaknai desain grafis sebagai suatu terjemahan dari ide dan tempat ke dalam beberapa jenis urutan yang struktural dan visual.
    Sedangkan Blanchard mendefinisikan desain grafis sebagai suatu seni komunikatif yang berhubungan dengan industri, seni dan proses dalam menghasilkan gambaran visual pada segala permukaan.

PELATIHAN MENJADI DAI PROFESIONAL

Orangnya sangat sederhana. Berpakaian biasa, dengan celana dan baju lengan panjang yang tangannya dikancingkan. Semula kami menduga dia adalah bagian andministrasi sebuah lembaga pendidikan tinggkat SLTA yang didirikan pemerintah Suriyah beberapa tahun lalu itu, tapi muridnya sudah ratusan, bahkan dari manca negara.

Ternyata dialah DR. Farid Al-Khatib yang sebelumnya kami mendapat informasi Beliau sebagai direktur Al-Ma’had Ad-Dauli Lil ‘Ulum As-Syar’iyyah wa Al ‘Arabiyyah (Lembaga Internasional Ilmu Syari’ah dan Arab).

DR. Farid Al-Khatib yang masih berusia sekitar empat puluh tahunan adalah seorang yang berpendidikan tinggi; meraih gelar doktor di bidang Syari’ah. Beliau ditugaskan Wazaratul Awqaf, sebuah departemen khusus menangani masalah keagamaan dan pendidikan agama di Republik Arab Suriyah untuk memimpin lembaga tersebut , lembaga pendidikan khusus syar’i setingkat SLTA di Indonesia.

Dari namanya saja kita sudah bisa memahami bahwa lembaga pendidikan yang dibiayai pemerintah Suriyah 100 % tersebut mengandung tiga makna : Pertama, Lembaganya bertaraf internasional. Kedua, lkhusus mengajarkan ilmu-ilmu syar’i. Ketiga, juga mengajarkan ilmu-ilmu terkait bahasa Arab. Inilah yang membuat kami semakin penasaran sehingga menanyakan langsung kepada DR. Farid Al-Khatib terkait lembaga yang ia pimpin secara detil dan mendalam.

Menurut DR. Farid, Lembaga tersebut dirancang khusus untuk mencetak para da’i profesional. Sebab itu, mereka harus disiapkan sejak dini, yakni sejak tamat sekolah menegah pertama (SLTP).

Siswa yang diterima di sini adalah yang sudah menamatkan pendidikannya setingkat SLTP, kata DR. Farid saat kami berbincang-bincang di kantornya yang menempati lantai 2 dari gedung yang betingkat 8 itu. Kendati belum bisa bahasa Arab sama sekali tidak masalah, kami akan ajarkan kepada mereka dengan baik dan maksimal, ungkap Beliau.

Di sini mereka dididik selama empat tahun untuk mendalami bahasa Arab dan ilmu-ilmu dasar Syari’ah seperti ushul fiqh dan sebagainya. Kemudian persyaratan yang terpenting lainnya, mereka yang diterima di sini adalah generasi terbaik yang siap menjadi da’i profesional.

Lalu Beliau menambahkan : Tidak mungkin seorang da’i itu profesional kalau tidak mendalami bahasa Arab dan ilmu-ilmu syari’ah. Karena yang kita sebarkan ke masyarakat itu bukanlah kebodohan, akan tetapi ilmu-ilmu Islam yang akan menyelamatkan mereka di dunia dan akhirat.

Kita fokuskan pendidikan bahasa Arab dam ilmu-ilmu dasar syari’ah sebelum mereka masuk kuliah di fakultas Syari’ah yang insya Allah dalam waktu tidak berapa lama akan kami dirikan, ungkapnya lagi.

Bersama DR. Farid Al-Khatib, Direktur Al-Ma’had Ad-Dauli Lil ‘Ulum As-Syar’iyyah wa Al-‘Arabiyyah, menatap masa depan para da’i profesional

Al-Ma’had Ad-Dauli Lil ‘Ulum As-Syar’iyyah wa Al-‘Arabiyyah sebenarnya adalah lembaga kaderisasi para da’i dan ulama sejak dini, yakni sejak tingkat SLTA. Kemudian saat memasuki fakultas Syariah, para alumninya sudah sangat siap baik dari sisi akademis dan keilmuan maupun dari sisi mental dan semangat.

Al-Ma’had Ad-Dauli Lil ‘Ulum As-Syar’iyyah wa Al-‘Arabiyyah adalah sebuah cita-cita besar, karya besar dan strategis yang akan memiliki dampak besar jangka panjang. Lembaga tersebut sangat istimewa dan unik. Para pendirinya, khususnya para ulama yang ada di Wazaratul Awqaf Negara Suriyah berfikir jangka panjang terkait dengan perkembangann dakwah Islam, bukan hanya di Suriyah, akan tetapi di seantero dunia.

Di sebuah gedung berlantai 8 itulah mereka memulai kerja besar tersebut. Lantai dasar digunakan untuk aula serbaguna, untuk shalat jamaah, seminar dan sebagainya. Lantai dua untuk kantor. Lantai tiga sampai empat untuk ruang belajar. Sedangkan lantai lima sampai delapan untuk asrama siswa.

Adapun keunikan lembaga tersebut disebabkan :

1. Memfokuskan pendidikan bahasa Arab dan ilmu syar’I sejak tingkat SLTA.
2. Siswa yang diterima adalah generasi terbaik bukan hanya dari Suriyah, akan tetapi juga dari seluruh dunia Islam, termasuk Indonesia. Tahun ini ada 24 siswa Indonesia yang diterima di sana.
3. Pendidikan dirancang untuk melahirkan para da’i profesional yang menguasai bahasa Arab dan ilmu-ilmu syari’ah sehingga diharapkan dalam berdakwah menyampaikan dan mengajarkan ilmu yang lurus bersumber dari Qur’an, Sunnah, hayatus shohabah dan sebagainya.
4. Memiliki perencanaan yang besar dan jangka panjang mencakup tingkat SLTA bagi siswa siswi, fakultas Syari’af dan fakultas lainnya. Terkait tingkat SLTA untuk siswi dan beberapa fakultas, akan didirikan dalam waktu dekat.
5. Faktor lain yang sangat istimewa ialah, semua biaya ditanggung oleh pemerintah Suriyah, sejak dari biaya pendidikan, asrama dan semua kebutuhan siswanya.

Sungguh sulit kita temukan di sini proyek besar seperti ini, khususnya dari pemerintah. Sekolah-sekolah agama yang dirancang pemerintah yang dijalankan Depatemen Agama RI, sejak dari tingkat sekolah dasar (Ibtidaiyyah) sampai perguruan tinggi dirancang jauh berbeda dengan apa yang dirancang oleh Wazaratul Awqaf pemerintah Suriyah.

Tidak heran jika hasilnya juga seperti yang kita maklumi. Alih-alih melahirkan para da’i dan ulama, malah melahirkan generasi sekular dan tak sedikit yang membenci Islam itu sendiri.

Tidak ada yang tahu berapa puluh tahun, mungkin berapa abad lagi pemerintah Indonesia mampu mewujudkan pendidikan gratis dan bermutu untuk rakyatnya? Apalagi memikirkan generasi Muslim di seluruh dunia?

Ayat-Ayat Dakwah

Ayat-Ayat Dakwah
4 April 2008 in Muzakarah Dakwah
Bismillahir Rahmaanir Rahiim

Hendaklah kita jadikan maksud hidup kita sebagaimana maksud hidup Nabi Muhammad saw, yaitu dakwah ila Allah. Al Quran akan selalu ditafsirkan berbeda-beda, tergantung siapa yang menafsirkan dan sebagai apa dia memposisikan diri. Seorang politikus akan menafsirkan Al Quran berbeda dengan seorang yang memposisikan dirinya sebagai pebisnis. Dan kita akan sangat jauh memahami Al Quran dari pemahaman Rasulullah dan Shahabat ra jika kita tidak memposisikan diri kita sebagai dai-dainya Allah SWT.


Al Quran adalah buku petunjuk bagi para dai, di dalamnya diceritakan banyak kisah dakwah yang dilakukan oleh para Nabi dan Rasul dan orang-orang sholeh, berikut akan saya sampaikan ayat-ayat yang menceritakan dakwah…

Ayat-Ayat Dakwah Allah SWT
Ayat-Ayat Dakwah Nabi as
Ayat-Ayat Dakwah Orang-Orang Sholeh (sedang dipersiapkan)
Hendaklah ada diantaramu kelompok yang memerintahkan

TOKOH - TOKOH SUFI"

“ HUZAIFAH BIN JAMAN
“ HASAN AL-BASHRY
“ UWES AL-QARNY
“ IBRAHIM BIN ADAM
“ ABU YAZID ALBUSTHAMY
“ BASYIR ALHAFI
“ MALIK BIN DINAR
“ RABI”AH AL’ADAWIYAH
“ ALJUNAID
“ DZUNUN AL-MISHRY
“ ABDUL HUSAIN ANNURY
“ IBIN ‘ATHA ASSAKANDARY
“ ABDUL QODIR JAELANY
‘’ ABUL AL-WAFA BIN AQIL
‘’ ABUSA’ID
‘’ AL MUHASIBI
‘’ HUSAIN AN-NUR AL-BAGHDADI
‘’ IBRAHIM AL-KHAUWASH
’’ MULIA SADRA
‘’ ABU NAWAS
‘’ SAYID AHMAD AL-FARUQI SARHINDi
‘’ SAYYIDAH NAFISAH
‘’ SYU’AIB ABU MADYAN AL- MAGHRIBI
‘’ UWAIS AL-QARNI

Mitos Yahudi Asia

Mitos Yahudi Asia

Sebuah buku terlaris berjudul CINA Perang Mata Uang menggambarkan bagaimana orang-orang Yahudi berencana untuk menguasai dunia dengan memanipulasi sistem keuangan internasional. Buku ini dilaporkan baca di lingkungan pemerintah tertinggi. Jika demikian, ini tidak baik untuk sistem keuangan internasional, yang mengandalkan informasi baik Cina untuk membantunya pulih dari krisis sekarang. teori konspirasi seperti ini tidak jarang [...]

Sabtu, 12 November 2011

Dakwah Tanpa Ilmu Tidak Akan Istiqomah Selamanya Dakwah Tanpa Ilmu Tidak Akan Istiqomah Selamanya

Dakwah Tanpa Ilmu Tidak Akan Istiqomah Selamanya Dakwah Tanpa Ilmu Tidak Akan Istiqomah Selamanya
OlehSyaikh Muhammad bin Shalih Al-UtsaiminPertanyaan.Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin ditanya : Kita sering menemukan sebagian da’i memiliki perhatian terhadap dakwah ke jalan Allah dan ukhuwah di jalan Allah serta saling mencintai di dalamnya, namun tidak memperhatikan persoalan ilmu dan tafaqquh dalam perkara-perkara Ad-Dien dan aqidah serta dalam menghadiri majlis-majlis ilmu, maka apakah komentar Syaikh terhadap hal ini JawabanKomentar saya terhadap hal itu adalah :

Share

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More